MEMENUHI UNDANGAN NABI KHIDIR AS.
Rindu Yang Tak Tertahan
Sahabat NiniekSS.yang budiman...
Syukur alhamdulillah bahwa pagi hari ini saya masih dilimpahi keberkahan sehat dan keberkahan semangat oleh Allah SWT. sehingga masih bisa menggoreskan pena untuk sahabat sekalian.
Sholawat serta salam yang setulus-tulusnya teruntuk Baginda yang mulia, Nabi Agung Muhammad Rasulullah SAW. Semoga syafaatnya senantiasa terlimpah bagi keluarga Beliau, sahabat Beliau serta kita sekalian umatnya yang begitu Beliau cintai.
Tentu pembaca merasa aneh dengan judul artikel ini “Memenuhi Undangan Nabi Khidir AS”. Emangnya Beliau mempunyai tempat tinggal ? Atau begitu hebatnyakah Bu Niniek sehingga mendapat undangan dari Nabi Khidir AS. ? Sedangkan pada umumnya, begitu sulitnya seseorang yang awam untuk bisa berjumpa dengan Beliau. Kecuali Beliau sendiri yang "menginginkan perjumpaan" itu dengan seseorang. Dan biasanya, seseorang yang Beliau jumpai belum tentu “sadar” bahwa yang menjumpainya adalah sosok Nabi Khidir AS yang perjumpaannya banyak dirindukan orang.
Saya hanyalah ibu rumah tangga biasa, yang merasa “amat beruntung” dijumpai Nabi Khidir AS hingga 2 kali tanpa menyadari perjumpaan itu. Sadar2, setelah waktu perjumpaan lewat, dan Nabi Khidir telah menghilang untuk menunaikan tugas lainnya didunia ini.
Dan kalau ditanya apa yang saya lakukan, mengapa saya bisa dijumpai oleh Nabi Khidir hingga berkali-kali (alhamdulillah 4 kali). Ya saya tidaklah tahu. Wallohua’lam...Itu semua kehendak Allah SWT. Dan qodarullah. Itu adalah keberuntungan.
Nah, suatu saat saya begitu rindu yang tak tertahan, untuk bisa bertemu lagi dengan Nabi Khidir AS. Yang wajahnya bagaikan bayi yang tak berdosa. Suaranya teduh bagai air telaga. Dan nasehatnya begitu menghujam hingga ke relung jiwa yang paling dalam. Nasehatnya bagaikan seorang bapak yang menasehati kepada anaknya dengan penuh kasih, dan selalu mengingatkan agar tidak ceroboh menjalani hidup didunia ini untuk meraih keRidhoanNya.
"Sholat ! Sholat ! Sholat ! Jangan pernah tinggalkan sholat !" Itulah nasehatnya yang paling berharga yang saya rasakan. Seolah mengingatkan bahwa kita tak boleh melewatkan “kesempatan emas” yang Allah ijinkan untuk kita berjumpa denganNya.
Dalam setiap kali pertemuan ada aura “ketenangan dan kedamaian” yang nyaris sempurna, sehingga rasanya semua persoalan hidup menghilang seketika, dan otak ini menjadi kosong oleh segala isinya. Namun berada dalam “karantina yang menyelamatkan”.
Saya merasa “ada harapan” untuk bertemu dengan Beliau, karena saya sudah dipersilahkan untuk suatu saat mampir ke suatu alamat yang ditunjukkan oleh Beliau. Tempat yang beliau sebutkan yaitu di sebelah selatan desa Ngawu-awu di Purworejo. Yang beliau itu sangat saya yakini sebagai Nabi Khidir As.
Soal undangan itu...
Di suatu pagi buta, ada peminta-minta datang kerumah. Ia seorang laki-laki tua yang penampilannya lusuh memakai tongkat untuk penyangga tubuhnya. Hari masih gelap gulita. Yang meminta air minum yang panas. Katanya kehausan. Meskipun dalam hati penuh tanda tanya, bapak itu kemudian saya buatkan teh panas dari air yang baru saja mendidih. Saya persilahkan masuk kerumah tidak mau. Bapak itu memilih duduk di kursi panjang dari kayu jati tua yang saya letakkan diluar rumah. Sengaja saya letakkan diluar rumah, untuk duduk para tamu jika saya sedang tak ada dirumah. Agar bisa melepas lelah.
Bapak itu lalu segera meminum teh panas yang saya hidangkan tanpa menunggu waktu. Ajaib sekali. Padahal minuman teh itu panas sekali, karena saya buat dari air yang baru saja mendidih. Uapnyapun masih mengepul-ngepul. Orang ini aneh sekali. Satu gelas teh panas diminumnya sekali tenggak habis. Minta lagi habis lagi. Hingga 3 gelas baru berhenti meminta.
Sesudah selesai minum teh 3 gelas dan makan 3 potong kue yang kuberikan, bapak itu mengangsurkan handuk kumal yang sebelumnya dikalungkan dilehernya seraya berkata :”Bu berapa semua ini ? Maaf saya tak punya uang untuk membayarnya, jadi handuk saya ini saja sebagai penggantinya”.
“Ya Allah pak, bapak sudah mau minum air saya dan makan kue saya, saya sangat alhamdulillah, jadi bapak tak usah membayarnya” sahut saya seraya menolak dengan halus handuk bapak itu. “Handuk itu kan masih bapak perlukan dalam perjalanan bapak selanjutnya, jika handuk itu bapak berikan ke saya, dengan apa bapak akan mengeringkan peluh bapak nanti ?” Lanjut saya kemudian.
“Ya Allah, hati ibu bagaikan malaikat” kata bapak itu kemudian. “Lalu dengan apa saya harus membalas kebaikan ibu ini ?” Tanya bapak itu kemudian. “Bapak tak perlu membalas. Saya insya Allah ikhlas pak” Kata saya. “Kalau begitu saya ingin mendoakan ibu. Apa permintaan ibu ?” Tanya bapak itu kepada saya. “Saya hanya ingin selamat dunia akherat dan kelak bisa berjumpa dengan Allah SWT. pak” Jawab saya spontanitas.
Tiba-tiba bapak itu mengambil gelas kosong bekas minumnya. Ibu jarinya dimasukkan kedalam mulutnya, seolah menempelkan ibu jarinya kelangit-langit mulutnya. Saya faham ini adalah salah satu adab dalam tarekat. Jantung saya terkesiap ketika bapak itu mengoleskan ibu jari yang tadi ditekankan kedalam langit-langit mulutnya, lalu dioleskan ke bibir gelas memutar kekiri berlawanan dengan jarum jam seperti orang tawaf. Dan saya melihat dengan sangat jelas, bahwa ibu jarinya tak bertulang.
Melihat hal itu, tiba-tiba seluruh tubuh saya lemas tak berdaya, lalu saya menjatuhkan diri dari berdiri saya, berjongkok disamping bapak itu yang sedang berdoa dengan bahasa Arab yang sangat fasih. Saya mendengar suara bapak itu bergumam lirih nyaris tak terdengar :”Orang kalau didunia memudahkan urusan orang ya nanti disana dimudahkan oleh Allah SWT”...”Aamiin allohumma aamiin” saya mengaminkan doa bapak itu dengan penuh takzim berkali-kali.
Nah sesudah bapak itu selesai berdoa, lalu berkata :”Bu, saya berterima kasih sekali atas kebaikan ibu memberikan minum dan kue dengan ikhlas, semoga semua menjadi keberkahan kehidupan ibu sekeluarga ya bu. Saya mohon pamit. Jika suatu saat ibu main ke laut selatan, silahkan mampir ke selatan desa Ngawu-awu, disana tempat saya” “Assalamu’alaikum Wr.Wb” kata bapak itu mengucapkan salam. Belum sampai saya selesai membalas salamnya, bapak itu sudah menghilang entah kemana. Karena saya lari mengejarnya ke segala arah tak ada. Saat itu sudah mulai terang tanah.
Nah atas dasar inilah, saya meyakini bahwa ketika saya punya hajat untuk menemui Beliau bersama teman saya, ada harapan bisa berjumpa. Karena beliau memang telah mengundang saya untuk bertandang ke tempat dimana saya bisa menemui beliau sewaktu-waktu.
Mengatur waktu kunjungan
Ada desakan rindu yang luar biasa untuk ketemu dengan sosok Beliau. Bagaikan rindu seorang anak kepada bapaknya yang lama tak bertemu. Saya bingung, mau ajak siapa ya untuk ke Ngawu-awu ? Jika mengajak sembarangan orang, saya khawatir niat saya ini dianggap klenik !
Akhirnya, saya memutuskan untuk mengajak mbak Ismi, mahasiswi UMP Purworejo, yang wawasan spiritualnya cukup bisa memahami niat saya ini. Mbak Ismi adalah sahabat saya sejak lama, meskipun dia mahasiswa dan saya sudah lebih dari setengah abad, namun kami bisa bersahabat. Dan kebetulan rumahnya dekat pantai selatan. Kloplah sudah. Setelah berembug matang, kami putuskan untuk hari minggu pagi ke Ngawu-awunya.
Perjalanan
Dari rumah saya naik angkot. Belum ada setengah enam pagi. Udara sejuk merasuki tulang. Sampai di Purwodadi mbak Ismi belum kelihatan. Baru beberapa lama kemudian mbak Ismi datang. Kami memang janjian ketemu di perempatan Purwodadi. Dengan bismillah kamipun berboncengan menuju lokasi. Tepatnya menuju pantai kaburuhan. Tempat wisata pantai, yang letaknya persis di selatan desa Ngawu-awu. Sangatlah kebetulan. Di selatan Ngawu-awu sudah tak ada rumah penduduk, akan tetapi langsung laut selatan.
Sebelum berangkat saya sudah menanyakan kepada mbak Ismi, apakah di sekitar pantai Kaburuhan ada sungai ? Mbak Ismi bilang ada. Siiplah. Karena konon tempat tinggal Nabi Khidir As. Berada dipertemuan antara laut dengan sungai. Dan peminta-minta pagi hari yang saya yakini sebagai Nabi Khidir As itu, mengundang saya, untuk datang di selatan desa Ngawu-awu.
Perjalanan tak sampai setengah jam dari Purwodadi, sampailah kami di pantai Kaburuhan. Disana sudah penuh dengan pengunjung. Dari segala usia. Terutama anak-anak dan remaja. Dari kejauhan nampak mereka riang bermain air laut yang berada dipinggir pantai. Mereka memanfaatkan hari minggu untuk bersantai, bersenang-senang dengan keluarga atau teman-temannya. Banyak juga anak-anak yang mencari pong-pongan. Bekicot laut.
Sebelum menginjakkan kaki dipantai. Saya berhenti sebentar untuk berdoa kepada Allah memohon RidhoNya untuk bisa bertemu dengan “HambaNya”. Berkirim sholawat serta salam kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Serta berkirim Al Fatihah untuk Nabi Khidir As. Dan dari rumah, saya sudah menyampaikan secara ruhani kepada Nabi Khidir As. Bahwa saya ingin “sowan” atau berkunjung memenuhi undangannya. Dan saya mohon kepada beliau, jika kedatangan saya beliau berkenan, saya minta suatu bukti yang bisa saya tangkap dengan mata dzahir saya, karena saya merasa diri saya masih kotor khawatir tak mampu menangkap sosok kehadiran beliau dalam pertemuan nanti.Untuk hal inipun saya juga berdoa kepada Allah SWT.
Meskipun tidak sering, sesekali saya juga suka main ke laut. Suasana hati biasa saja. Tapi tetap menangkap Maha Karya yang luar biasa dari keberadaan laut. Luasnya yang terbentang. Deburan ombak yang memperlihatkan Kuasanya. Nuansa kesabaran dan kerendahhatian laut yang mau menampung apa saja yang dialirkan kepada dirinya, Dan saya benar-benar melihat karakter laut sebagai bagian alam yang “legowo” sekaligus “perkasa”. Subhanallah.
Ikan disepanjang pantai
Setelah sesaat beritual batin, saya dan mbak Ismi mulai menginjakkan kaki di bibir pantai. Ada suasana mistis yang saya rasakan pagi itu. Tidak seperti saat-saat lain ketika saya main ke pantai. Ini sangat lain. Seperti saya hendak menghadap sang raja laut saja rasanya. Kami berdua terdiam beku. Suasana batin kami sungguh mencekam, meskipun berada di keramaian. Selangkah demi selangkah kaki kami menyisiri pantai menuju ke pertemuan sungai Jali dengan laut, yang ada jauh dipantai sebelah barat.
Tanpa kami sadari, beberapa kali kaki kami menyandung ikan-ikan yang berserakan disekitar pantai. Setelah sadar, dan dengan seksama kami perhatikan. Subhanallah...Ternyata disepanjang pantai sepanjang mata memandang dipenuhi dengan ribuan ikan yang besar dan kecil. Kami takjub. Namun tak mengerti. Bengong ! Ada apa ini ? Bagaimana ini bisa terjadi ? Dan ikan-ikan itu masih hidup ! Namun ada yang aneh ! Mengapa para pengunjung yang demikian ramainya, tak ada satupun yang memperhatikan ikan-ikan itu. Anak-anakpun seolah tak melihatnya. Bahkan terlihat mereka menginjak-injak ikan tersebut !
Deg ! saya jadi ingat permohonan saya kepada Nabi Khidir As. Sebelum berangkat ke laut. Bukankah saya meminta bukti yang dapat tertangkap oleh mata dzahir saya jika beliau menerima kedatangan saya ? Saya yakin, rupanya inilah “jawaban” atas kedatangan saya. Inilah “sambutan beliau” yang sungguh luar biasa. Pantas saja dalam perjumpaan saya dengan Nabi Khidir yang pertama di Lumajang, beliau memperkenalkan diri bahwa beliau akrab dengan semua penghuni lautan. Rupanya, dengan fenomena ikan-ikan ini membuktikan kebenaran ucapan beliau. Subhanallah. Berbagai perasaan berkecamuk dibenak. Ada rasa takjub, haru dan bahagia. Ternyata kedatangan kami disambut oleh Beliau dengan sangat mengharukan.
Dzikir
Dalam rasa yang berkecamuk, kaki-kaki kami terus melangkah menyusuri bibir pantai menuju ke pertemuan antara sungai dan laut, yang letaknya ada dipantai ujung sebelah barat. Dari jauh kelihatan tempat ini begitu sepinya. Tak ada seorangpun disana. Hanya ada 3 orang yang sedang memancing, namun nun jauh dari tempat yang hendak kami tuju.
Akhirnya sampailah kami pada pertemuan aliran sungai dengan air laut. Baru sekali inilah saya melihat keajaiban ini. Riak bertemunya air sungai dengan air laut, membelah bak seekor ular panjang yang sedang membelah air meliuk-liuk. Sesekali bertemunya 2 air ini memuncratkan air keatas riuh gemericik.
Saya mengucapkan salam kepada Nabi Khidir As meskipun saya tidak melihat ujudnya. Tetapi saya yakin bahwa beliau sedang ada disana. Saya juga mengucapkan salam kepada alam dan seluruh makhluk ghoib yang ada dipinggir pantai.
Lalu saya berdzikir kurang lebih 1 jam disana. Sebelumnya saya memberitahu kepada mbak Ismi agar sabar menunggu ketika saya sedang berdzikir. Alhamdulillah selesailah sudah saya berdzikir. Saya sangat bersyukur kepada Allah bahwa saya diijinkannya untuk bertemu dengan HambaNya (Nabi Khidir As) meskipun hanya secara simbolik dengan adanya ribuan ikan di sepanjang pantai.
Orang aneh yang melintas bersama bau wanginya
Setelah itu saya mengajak mbak Ismi pulang. Kami menyusuri jalan desa berkerikil yang tak diaspal, yang lebarnya hanya muat untuk simpangan satu sepeda motor dan satu mobil. Kecil. Tak lebih dari 3 meter. Tiba-tiba saja saya mencium bau harum semerbak yang sangat lembut. Belum selesai saya meraba-raba darimana sumber bau wangi, tiba-tiba motor agak oleng. Dan bersamaan dengan itu saya melihat secara batin orang tinggi besar berbaju putih lusuh yang sudah usang mirip-mirip baju kulit melintas didepan motor langsung menghilang. Hampir saja tertabrak motor. Mirip-mirip orang stress jalannya !
Mbak Ismi mendesah agak kesal :”Ya Allah,gimana sih orang itu menyeberang kok seenaknya sendiri. Kalau tadi ketabrak gimana ya Bu ?”...Saya langsung tanggap dan faham. Dengan sangat saya memohon mbak Ismi agar segera berhenti dan banyak-banyak membaca istighfar dan sholawat. Kamipun lalu beberapa lama membacanya. Secara rohani kami menyampaikan salam kepada Nabi Khidir As. Yang baru saja melintas dihadapan kami, dan mengucapkan terima kasih, serta mohon pamit.
Pulang membawa perasaan lega.
Itulah pengalaman saya berkunjung ke kediaman Nabi Khidir As. Untuk memenuhi undangan beliau. Pengalaman yang tak bakal saya lupakan seumur hidup saya. Pengalaman yang sangat berkesan. Mengharukan dan membahagiakan. Semoga hal ini membawa hikmah bagi kita sekalian. Aamiin Ya Rabbal’alamiin.
Kalau mau mengetahui versi yang lebih lengkap dari artikel ini, silahkan BACA DISINI.
Jika ingin mengetahui :
- Pertemuan saya yang pertama dengan Nabi Khidir As. bagian I DISINI
- Pertemuan saya yang pertama dengan Nabi Khidir As. bagian II DISINI
- Pertemuan saya yang KEDUA dengan Nabi Khidir As. ada DISINI
- Pertemuan yang KETIGA ada di artikel ini
- Pertemuan saya yang KEEMPAT dengan Nabi Khidir As. Belum sempat saya tulis. Tunggu yaa ?
Purworejo, 4 Februari 2019
Salam Tauhid,
NiniekSS.